PM May, UE dan Ujian bagi Persekutuan Dagang

Andi Muhammad Sadli, Dosen Pereksa Ekonomi Internasional, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Mulia Pratama

Oleh : Andi Muhammad Sadli

Perdana Menteri Inggris  Theresa May keliru memperhitungkan untung rugi keluar dari persekutuan dagang level tinggi, Uni Eropa.  Tajuk kompas, 21 Oktober 2017 menyajikan sulitnya proses Brexit.

Andai dua prominen dari sebelas bapak pendiri eropa, Robert Schuman dan Jean Monnet, masih hidup, mereka tentu kecawa dengan sikap PM May. Tidak seperti yang dipikirkan Schuman dan Monnet dalam merancang unifikasi eropa, PM May tergesa gesa dan tampak menginginkan Inggris menentukan pola dagang sendiri tanpa bersekutu dengan negara eropa lainnya. Sejak pembentukan awal unifikasi eropa, Inggris selalu ragu dan tidak turut serta.

Tahun 1948-1952 adalah periode sulit penyatuan eropa karena Jerman dan Perancis terdahulu yang gemar berperang.   Beruntung Perancis dan Jerman  Jera, setelah kehancuran Jerman dan kekalahan beruntun di masa akhir  perang dunia II.   Beruntung pula,  karena Amerika Serikat memberi bantuan bilateral pemulihan ekonomi eropa (European Economic Recovery)  karena kehancuran akibat perang melalui paket marshall plan projectdi era Presiden Truman tahun 1947.

Schuman dan Monnet adalah peletak dasar Masyarakat Baja dan Batu Bara Eropa, fase awal penyatuan eropa. Dilanjutkan oleh Paul-Henri Spaak (Traktat Roma, 1957) yang mendeklarasikan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE). Jika mau membayangkan  Masyarakat Ekonomi Asean tahun 2017,   tengok MEE tahun 1957. Serupa meski konstruksi dan entitas integrasinya beda.

Mengapa dinamai persekutuan baja dan batu bara? Baja adalah bahan baku persenjataan dan batu bara adalah sumber energi primer. Keduanya adalah sumber kehidupan sekaligus sumber perang dan malapetaka. Politik energi dan baja hingga kini menjadi penyebab utama konflik dan konfrontasi di seluruh dunia. Motif, prilaku dan prinsip sedemikian itu,  diajarkan dalam pengantar ilmu ekonomi.

Tentu integrasi Asean tidak dilatari oleh instabilitas kawasan, seperti yang terjadi di eropa, namun, baik integrasi Asean maupun integrasi UE merupakan persekutuan yang menjanjikan peningkatan neraca dagang bagi anggotanya.

Jejak Buruk

Persekutuan dagang tidak ajek. Ia bergerak dinamis. Adam Smith dan David Ricardo jauh hari mengajurkan pentingnya perdagangan internasional untuk mendorong output dan surplus neraca dagang. Lebih jauh, Ricardian Model  membuktikan perdagangan dua negara dapat berlangsung tanpa keunggulan mutlak. Artinya,  dengan hanya menggunakan satu sarana produksi, berupa input tenaga kerja,  perdagangan antar dua negara menghasilkan faedah perdagangan.  Efisiensi dan faedah  (gain from trade) diperoleh berdasarkan trade off pada  batas kemungkinan produksi dan biaya oportunitas. Teori dan praktek perdagangan internasional berkembang terus dan semakin kompleks.

Bagi Inggris, meninggalkan UE adalah pilihan yang tidak dianjurkan. Sebagai model unifikasi ekeonomi sepanjang sejarah integrasi ekonomi di dunia, keluarnya Inggris dari keanggotaan UE meninggalkan legasi dan jejak buruk  bagi persekutuan dagang kawasan lain, seperti Asean. Bagaimana mungkin UE digugat cerai sekutu utamanya sendiri.

Padahal, jalan panjang telah dilalui UE. Ia memiliki infrastruktur integrasi terlengkap. Berkantor pusat di Belgia sebagai ibukota Uni Eropa. Lebih dari itu, UE memiliki parlemen eropa, komisi eropa dan presiden UE. Dibangun dengan traktat hingga terbentuknya konsitusi eropa  yang melahirkan Uni Eropa. UE juga memiliki kebijakan keamanan luar negeri dan keamanan bersama, common foreign and security policy.

Surplus neraca dagang yang dijanjikan UE tak kunjung datang. Inggris mengalami defisit neraca dagang dengan negara anggota UE tetapi surplus dengan negara non anggota UE dalam beberapa tahun terakhir. Harga bahan pokok cenderung naik dan pembebanan kebijakan pertanian bersama serta adanya gejala defisit demokrasi.

Brexit bukan hanya soal untung rugi perdagangan tetapi juga  soal pilihan politik lokal di Inggris, tiga juta warga UE dan penalti 80-100 Miliar Euro atas wanprestasi Inggris jika keluar dari UE. UE pun memiliki sejumlah kesepakatan yang bersifat sangat mengikat bagi seluruh negara anggota Uni Eropa.

Proposisi (Mittrany, 1933) penganjur integrasi,  mengingatkan pentingnya menunggu spill-over effect bagi negara anggota yang mengintegrasikan diri secara ekonomi dan politik. Sejalan dengan Mittrany, (Salvotore, 1997) mengurai tahapan integrasi ekonomi secara rigid. Tahap preferential trading area/agreement sampai tahap monetary union memiliki pasang surut yang kohesif. Inggris tampak tak sabar menunggu tahapan itu. Rintangan lain adalah politik identitas Inggris seperti tidak menggunakan mata uang zona euro dan visa schangen adalah sedikit bukti.

Model Integrasi Terbaik

Inggris kini, menghadapi masalah dengan nirpreferensi dan jalan keluar yang  tak mudah ditemukenali. Keluarnya Inggris adalah pukulan berat bagi Uni Eropa. Seperti luka bagi kehidupan ini yang menguatkan dan mendewasakan, luka UE  akan memperkuat level integrasinya.

Proses panjang integrasi UE yang dalam terminologi unifikasi, enlargement, baik deepeningmaupaun widening. Deepening berupa pendalaman UE dengan traktat demi traktat menyerupai “united states of europe”dan widening berupa penambahan negara anggota mencapai 28 negara adalah kerja keras yang tidak bisa begitu saja diabaikan. Pengorbanan enam negara original, Perancis, Jerman, Itali, Belgia, Belanda dan Luxemburg membangun kebijakan pertetanggaan dan prasyarat ketat borang kenggotaan UE yang harus memenuhi kriteria acquis communitaireadalah bukti bangunan integrasi ekonomi politik yang kokoh.

Inggris adalah ujian bagi persekutuan dagang dalam bingkai integrasi ekonomi. PM May lupa pengorbanan  28 negara anggota yang menyerahkan sebagian besar urusan ekonomi dan politiknya ke UE. Sebagai supra national body, UE hanya menyisakan tiga entitas  bagi negara anggota yaitu bendera negara, bahasa dan pajak sebagai ciri negara berdaulat. Selebihnya sudah diserahkan kewenangannya ke UE. Penyerahan sebagai atribusi kewenangan ke UE juga ditentang oleh Inggris.

Bagaimana akhir Brexit? Pemikir dan stakeholders di UE akan berpikir dan bekerja keras untuk itu. Apakah akan menghasilkan positive sum atau zero sum. Simulasi dalam game theory mungkin akan menjawab itu.

Yang pasti, tersudutnya PM May adalah hipotesis awal kemenangan bagi UE  sekaligus bukti UE masih menjadi model dan benchmarking integrasi ekonomi politik terbaik di dunia. Jika fakta ini berbalik, maka model integrasi ekonomi politik apapun yang ada sekarang ini, termasuk dan tidak terbatas pada Asean, perlu dievaluasi dan dikoreksi.***

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *